Prabowo Cabut Vonis: Ira Puspadewi & Eks Bos ASDP Direhabilitasi
Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi meneken keputusan rehabilitasi untuk mantan Dirut ASDP, Ira Puspadewi, serta dua mantan direktur lain — Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Keputusan itu diumumkan melalui konferensi pers bersama pejabat tinggi negara, yaitu Wakil Ketua DPR, Menteri Sekretaris Negara, dan Sekretaris Kabinet. Alasan utama rehabilitasi disebut karena banyak aspirasi dan masukan dari masyarakat yang disampaikan melalui lembaga legislatif dan pemerintah, serta hasil telaah ulang oleh pakar hukum.
Dari Vonis ke Rehabilitasi
Ira Puspadewi sebelumnya dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara oleh pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta atas kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh ASDP, sebuah akuisisi yang dinilai merugikan keuangan negara hingga sekitar Rp 1,2 triliun. Sementara dua mantan direktur lain divonis 4 tahun penjara.
Namun, setelah DPR menerima banyak aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat — termasuk kritik terhadap prosedur hukum, potensi kelemahan proses persidangan, dan permintaan kajian ulang — pemerintah melalui Kementerian Hukum dan para pakar diminta melakukan evaluasi kasus.
Setelah melalui proses tersebut, Presiden Prabowo menyetujui usulan rehabilitasi dan membubuhkan tanda tangan pada surat keputusan — sehingga status vonis bagi tiga eks petinggi ASDP itu dibatalkan secara formal.
Hak Sipil & Reputasi Kembali Pulih
Dengan rehabilitasi ini, ketiganya mendapatkan pemulihan hak sipil dan reputasi. Artinya, vonis pidana yang semula melekat kini dihapus, dan status hukum mereka dianggap kembali normal.
Kuasa hukum mengatakan keputusan ini penting untuk memulihkan nama baik dan memberi kesempatan bagi kliennya untuk menata kembali kehidupan.
Keputusan rehabilitasi ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi, sebagian masyarakat menyambut sebagai bentuk keadilan apabila memang ditemukan kekurangan dalam proses hukum; di sisi lain, kritik tetap muncul dari pihak yang menilai rehabilitasi melemahkan upaya pemberantasan korupsi, terutama karena nilai kerugian sangat besar dan melibatkan aset negara.
Beberapa kalangan hukum mempertanyakan apakah evaluasi dan telaah pakar telah dilakukan secara transparan — apakah aspek materiil kasus, audit keuangan, hingga korporasi dan kerugian negara benar-benar dikaji ulang.
Implikasi bagi Penegakan Hukum & Korporasi BUMN
Langkah ini bisa menjadi preseden baru dalam penanganan kasus korporasi dan BUMN. Rehabilitasi pasca vonis menunjukkan bahwa keputusan pidana tidak selalu final — terutama jika diminta ulang melalui mekanisme politik dan aspirasi publik.
Hal ini dapat mempengaruhi pandangan investor dan pelaku bisnis: keputusan korporasi besar bisa berisiko kembali dievaluasi atau dibatalkan, meski sudah melewati proses pengadilan.
Namun di sisi lain, jika dijalankan dengan transparansi dan asas keadilan yang jelas, keberanian mengoreksi kesalahan (jika benar ada) dapat memperkuat kredibilitas penegakan hukum di Indonesia.
Baca juga berita update lainnya disini: https://suarakabarmedia.com/
Baca juga berita update Bekasi lainnya disini: https://kabarbaghasasi.com/
























